Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi Walt Whitman Rostow


Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi ini diklasifikan sebagai teori modernisasi. Artikel Walt Whitman Rostow yang dimuat dalam Economics Journal pada Maret 1956 berjudul The Take-Off Into Self-Sustained Growth pada awalnya memuat ide sederhana bahwa transformasi ekonomi setiap negara dapat ditelisik dari aspek sejarah pertumbuhan ekonominya hanya dalam tiga tahap: tahap prekondisi tinggal landas (yang membutuhkan waktu berabad-abad lamanya), tahap tinggal landas (20-30 tahun), dan tahap kemandirian ekonomi yang terjadi secara terus-menerus.

Walt Whitman Rostow kemudian mengembangkan ide tentang perspektif identifikasi dimensi ekonomi tersebut menjadi lima tahap kategori dalam bukunya  The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto yang diterbitkan pada tahun 1960. Ia meluncurkan teorinya sebagai ‘sebuah manifesto anti-komunis’ sebagaimana tertulis dalam bentuk subjudul. Rostow menjadikan teorinya sebagai alternatif bagi teori Karl Marx mengenai sejarah modern. Fokusnya pada peningkatan pendapatan per kapita, Buku itu kemudian mengalami pengembangan dan variasi pada tahun 1978 dan 1980.

Rostow pulalah yang membuat distingsi antara sektor tradisional dan sektor kapitalis modern. Frasa-frasa ini terkenal dengan terminologi ‘less developed’, untuk menyebut kondisi suatu negara yang masih mengandalkan sektor tradisional, dan terminologi ’more developed’ untuk menyebut kondisi suatu negara yang sudah mencapai tahap industrialisasi dengan mengandalkan sektor kapitalis modern.

Dalam hal prekondisi untuk meningkatkan ekonomi suatu negara, penekanannya terdapat pada keseluruhan proses di mana masyarakat berkembang dari suatu tahap ke tahap yang lain. Tahap-tahap yang berbeda ini ditujukan untuk mengidentifikasi variabel-variabel kritis atau strategis yang dianggap mengangkat kondisi-kondisi yang cukup dan perlu untuk perubahan dan transisi menuju tahapan baru yang berkualitas. Teori ini secara mendasar bersifat unilinear dan universal, serta dianggap bersifat permanen.

Pembangunan, dalam arti proses, diartikan sebagai modernisasi yakni pergerakan dari masyarakat pertanian berbudaya tradisional ke arah ekonomi yang berfokus pada rasional, industri, dan jasa. Untuk menekankan sifat alami ‘pembangunan’ sebagai sebuah proses, Rostow menggunakan analogi dari sebuah pesawat terbang yang bergerak sepanjang lintasan terbang hingga pesawat itu dapat lepas landas dan kemudian melayang di angkasa.
Pembangunan, dalam arti tujuan, dianggap sebagai kondisi suatu negara yang ditandai dengan adanya: a) kemampuan konsumsi yang besar pada sebagian besar masyarakat, b) sebagian besar non-pertanian, dan c) sangat berbasis perkotaan.
Sebagai bagian teori modernisasi, teori ini mengkonsepsikan pembangunan sebagai modernisasi yang dicapai dengan mengikuti model kesuksesan Barat. Para pakar ekonomi menganggap bahwa teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi ini merupakan contoh terbaik dari apa yang diistilahkan sebagai ‘teori modernisasi’.

Tahap-Tahap Linear Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yang linear (mono-economic approach) inilah yang menjadi syarat pembangunan untuk mencapai ‘status lebih maju’. Rostow membagi proses pembangunan ke dalam lima tahapan yaitu:
1. Tahap masyarakat tradisional (the traditional society), dengan karakteristiknya:

  • Pertanian padat tenaga kerja;
  • Belum mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi (era Newton);
  • Ekonomi mata pencaharian;
  • Hasil-hasil tidak disimpan atau diperdagangkan; dan
  • Adanya sistem barter.

2. Tahap pembentukan prasyarat tinggal landas (the preconditions for takeoff),
yang ditandai dengan:

  • Pendirian industri-industri pertambangan;
  • Peningkatan penggunaan modal dalam pertanian;
  • Perlunya pendanaan asing;
  • Tabungan dan investasi meningkat;
  • Terdapat lembaga dan organisasi tingkat nasional;
  • Adanya elit-elit baru;
  • Perubahan seringkali dipicu oleh gangguan dari luar.

3. Tahap tinggal landas (the take-off), yaitu ditandai dengan:

  • Industrialisasi meningkat;
  • Tabungan dan investasi semakin meningkat;
  • Peningkatan pertumbuhan regional;
  • Tenaga kerja di sektor pertanian menurun;
  • Stimulus ekonomi berupa revolusi politik,
  • Inovasi teknologi,
  • Perubahan ekonomi internasional,
  • Laju investasi dan tabungan meningkat 5 – 10 persen dari
  • Pendapatan nasional,
  • Sektor usaha pengolahan (manufaktur),
  • Pengaturan kelembagaan (misalnya sistem perbankan).

4. Tahap pergerakan menuju kematangan ekonomi (the drive to maturity), ciri-cirinya:

  • Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan;
  • Diversifikasi industri;
  • Penggunaan teknologi secara meluas;
  • Pembangunan di sektor-sektor baru;
  • Investasi dan tabungan meningkat 10 – 20 persen dari pendapatan nasional.

5. Tahap era konsumsi-massal tingkat tinggi (the age of high mass-consumption) dengan:

  • Proporsi ketenagakerjaan yang tinggi di bidang jasa;
  • Meluasnya konsumsi atas barang-barang yang tahan lama dan jasa;
  • Peningkatan atas belanja jasa-jasa kemakmuran

Dengan melihat aspek lainnya yaitu sosial, politik, dan aspek nilai-nilai mengenai karakteristik tahap-tahap pertumbuhan ekonomi di atas, maka dapat digambarkan sebagai berikut:

Menurut Rostow, dalam hal mengenai perubahan dari tahap tradisional ke arah industrial sebagai syarat pembangunan dan kemajuan, pembangunan ekonomi atau proses transformasi masyarakat dari tahap tradisional menjadi masyarakat modern merupakan suatu proses yang multi-dimensional. Pembangunan ekonomi bukan berarti perubahan struktur ekonomi suatu negara yang ditunjukkan oleh menurunnya peranan sektor pertanian dan meningkatnya peran sektor industri saja.
Perubahan yang dimaksud selain dari perubahan struktural dari tradisionalitas menuju modernitas, dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik, dan sosial yang pada mulanya berorientasi kepada suatu daerah menjadi berorientasi ke luar.
  2. Perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga, yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi keluarga kecil.
  3. Perubahan dalam kegiatan investasi masyarkat, dari melakukan investasi yang tidak produktif (seperti halnya menumpuk emas, membeli rumah, dan sebagainya) menjadi investasi yang produktif.
  4. Perubahan sikap hidup dan adat istiadat yang terjadi kurang merangsang pembangunan ekonomi (misalnya penghargaan terhadap waktu, penghargaan terhadap prestasi perorangan, dan sebagainya)

Dengan demikian, dasar pembedaan proses pembangunan ekonomi menjadi lima tahap tersebut adalah karateristik perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik, serta nilai-nilai dalam masyarakat.

Titik sentral dari argumentasi Rostow adalah bahwa cepat atau lambat, semua masyarakat dunia akan melewati rentetan dari kelima tahap pertumbuhan ekonomi di atas. Faktor penentunya adalah kondisi alam, ekonomi, politik, dan budaya.
Kritik terhadap Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

Sejumlah kritik terhadap teori Rostow dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Teori Rostow dianggap terlalu sederhana;
  2. Rostow menyebut tentang tabungan dan investasi namun tidak mengklarifikasi mengenai perlunya infrastruktur keuangan untuk menyalurkan tabungan yang ada ke dalam investasi;
  3. Bahwa investasi yang dimaksud Rostow belum tentu akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi;
  4. Rostow tidak memasukkan unsur-unsur lain sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Perlunya infrastruktur lainnya seperti sumber daya manusia (pendidikan), jalan-jalan, jalur kereta api, jaringan-jaringan komunikasi;
  5. Teori Rostow tidak menjelaskan bahwa efisiensi dari penggunaan investasi apakah ditujukan untuk aktivitas-aktivitas produksi ataukah untuk penggunaan lainnya;
  6. Bahwa pernyataan Rostow mengenai ekonomi negara-negara di dunia akan saling mempelajari satu sama lain dan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan pada kenyataannya belum pernah terjadi.
  7. Argumentasi Rostow tentang pertanian sebagai ciri keterbelakangan tidak beralasan.
  8. Rostow berargumentasi bahwa tahapan pertumbuhan ekonomi di Eropa akan juga terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
  9. Bahwa sejarah pada kenyataannya tidak akan berulang dengan cara yang sama. Dengan kata lain, bahwa setiap pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia tidak selalu sama, tetapi justru punya karakteristik masing-masing.

Catatan Protuslanx [tentang menulis]:

.Memulai memang lebih sulit ketimbang melanjutkan.

.Ide bisa berawal sederhana kemudian semakin kompleks.

 

Tentang protuslanx

Protus-Lanx adalah sebuah alter-ego dari seorang manusia yang terus berusaha memperbaharui diri setiap hari. Temperamental, setia melaksanakan tugas, keras kepala, berpendirian teguh, tidak mudah mempercayai orang lain, dan cenderung serius.
Pos ini dipublikasikan di Atmosfer-Lanx dan tag . Tandai permalink.

24 Balasan ke Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi Walt Whitman Rostow

  1. leman berkata:

    baguslah loe juga baca teori Rostow…..
    hmmm gimana menurut pendapat kamu membandingkan teori ini dengan proses pembangunan ekonomi di Indoensia…..

    • protuslanx berkata:

      itu kan cuma sebatas identifikasi saja supaya pemerintah Indonesia bisa tahu kira-kira posisinya ada di mana (secara teoritik: Tahap Tinggal Landas walaupun itu akibat FDI bukan asli Indonesia yak!). dulu konsep ini lah yang dipakai pada jaman Soeharto, ya..hasilnya sebenarnya cukup bagus (statistik tahun 1995/1996 menunjukkan rekor angka pertumbuhan ekonomi 7% !!!), ironisnya…tahun 1997 semua itu tidak ada artinya…hee…hee..

      kalo sekarang?…secara statistik bagus (katanya!), tetapi kenyataannya masih banyak pengangguran dan kemiskinan (acara-acara tv Indonesia seperti Jika Aku Menjadi, Tolong!, Bedah Rumah, Oasis, dll klarifikasinya begitu!)…semoga ada “Sebastian Pinera versi real economics” di Indonesia dan Timor Leste.

      thx bro amigo …

  2. teukiequorra berkata:

    kalo Jepang udah masuk pada tahapan yang kelima ya? itu tahu indikatornya darimana ya?

    • protuslanx berkata:

      Rostow membuat teorinya tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi untuk membantu pemerintah negara-negara di dunia bergerak dari “kurang maju” menjadi “lebih maju”. Jadi, ya semacam acuan pembangunan (dulu waktu Orba ada istilah GBHN alias Garis-Garis Besar Haluan Negara….). Indikatornya (menurut Protuslanx kualitatif) dapat dilihat dari segi politik, ekonomi, sosial, dan nilai-nilai yang dianut masyarakat negara bersangkutan (lihat artikel) dan karakteristik tahap 1-5 (lihat artikel). Sayangnya, Rostow memang tidak menentukan angka/ persentase minimal (atau maksimum) pada setiap tahapan pertumbuhan ekonomi (misalnya kalau di era konsumsi massa yang tinggi berapa persentase (min/max) konsumsinya, berapa persentase (min/max) kawasan yang “full” telah menjadi perkotaan, dll. Secara keseluruhan, kunci identifikasi teori Rostow terletak pada tiga hal: 1. Sebagian besar masyarakat (sekali lagi Rostow tidak membuat min/max angka/ persentasenya) mampu mengkonsumsi secara besar-besaran (alias makmur, duit bukan masalah lagi), 2. Sebagian besar non-pertanian (Rostow juga tidak membuat angka/ persentasenya) kebanyakan adalah bidang jasa dan industri (kalau suka membandingkan negara-negara, saran baca Microsoft Encarta 2008/2009/2010 dst kalau sudah dijual Microsoft…he..he…di bagian Facts and Figure, cukup ketik nama negara > klik Quick Facts), dan 3. Sangat berbasis perkotaan (Rostow juga tidak membuat angka/persentase min/max wilayah yang sudah berubah menjadi perkotaan). Namun, dalam hal tertentu Rostow mempersyaratkan persentase tertentu. Di antaranya, ciri utama negara yang telah mencapai tahap tinggal landas adalah investasi produktifnya minimal 10% dari Produk Nasional Bersih (NNP)-nya. thx for comment…

  3. utisproject berkata:

    terus kenapa teori Rostow tersebut di kritik?? padahal anda bilang hasilnya cukup bagus ..

    • protuslanx berkata:

      Teori Rostow bersifat ‘kondisional’ alias historis dengan sudut pandang yang “eurosentris”. Kritiknya justru berangkat dari sifat teori tersebut (termasuk penjabaran Rostow dalam bukunya itu yang tidak ada unsur ‘how’ hanya sebatas ‘what’ dan ‘when’). Unsur ‘how’ penting supaya negara-negara berkembang bisa mengetahui ‘apa yang harus dilakukan’. Oleh karena pada kenyataannya pembangunan ekonomi atau modernisasi ekonomi menyangkut hal yang kompleks (misalnya: tidak bisa mengandalkan industrialisasi semata-mata, tetapi juga harus diiringi dengan indeks pembangunan manusia seperti halnya akses pendidikan formal). Maksud Protuslanx ‘bagus’ karena (dalam kasus Indonesia sebelum Pak Harto lengser pada 1998) pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7-8 persen (semoga saja bukan rekayasa waktu itu)!. Dalam hal teori Rostow, ‘bagus’ karena (menurut Protuslanx) hanya Rostow yang menguraikan ‘secara rinci’ mengenai modernisasi ekonomi walaupun hanya sebatas deskripsi (jika dibandingkan dengan teori-teori pembangunan ekonomi lainnya). Thanx…

  4. andry berkata:

    teori tahap pertumbunhan eknmi regional apa??

    • protuslanx berkata:

      Teori Rostow tidak termasuk dalam kategori ‘teori-teori pertumbuhan ekonomi regional’, tetapi dalam ‘teori-teori pembangunan’ dan juga ‘teori-teori modernisasi’. Teori-teori [tanpa diawali kata ‘tahap’ (mungkin itu maksudnya ya?…)]pertumbuhan ekonomi regional adalah teori-teori yang menekankan bahwa proses perubahan ekonomi regional menjadi bagian dari saling ketergantungan antarwilayah (interregional interdependencies). Cakupan teori-teori ini cukup luas. Intinya adalah mengenai hubungan antara lokasi, ruang, dan pembangunan. Ada 4 kelompok model/ pendekatan yang termasuk yaitu: model tradisional pada 1950-an (di antaranya: teori pertumbuhan neoklasik-nya Simon Kuznets, pendekatan Keynesian, dan teori basis ekspor-nya Douglas North), model aglomerasi murni pada 1960-an (di antaranya: teori pertumbuhan kumulatif-nya Gunnar Myrdal dan teori kutub pertumbuhan-nya Francois Perroux), model lingkungan lokal pada 1970-an (di antaranya: model pertumbuhan endogen dan teori-teori berbasis perubahan serikat pekerja), dan model inovasi teritorial sejak 1980-an hingga sekarang (di antaranya: teori inkubator, siklus hidup produk, paradoks global-lokal, teori Porter tentang keuntungan kompetitif, dan teori Storper tentang kawasan sebagai penghubungan saling ketergantungan). Pembagian ini menurut bukunya Terluin & Post (ada di google books). Referensi lainnya bisa dari bukunya Armstrong (2000), Tarigan (2004), Widjaja (2005), Adisasmita (2005), Sirojuzilam (2008). semoga membantu. thx

  5. Zakiand berkata:

    Indonesia termasuk teori Rostow tahap the-take off atau tinggal landas kan? alasannya apa ya? dan apakah ada dampak negatif dari tahap tinggal landas ini? bales ya thanks:)

    • protuslanx berkata:

      Kunci untuk memahami posisi ekonomi Indonesia dalam teori ini adalah: PENDAPAPATAN NASIONAL dan LAJU INVESTASI. Kedua unsur ini digabungkan Rostow dalam syarat bahwa suatu negara yang telah melewati masa tradisional (serba agrikultural) dan menjadi sebuah negara industri harus mengindikasikan 5%-10& dari pendapatan nasionalnya (NNP/ Net National Product alias Produk Nasional Neto) disalurkan dalam bentuk investasi (lihat bukunya Rostow: The Stages of Economic Growth: A NOn-Communist Manifesto, hal. 8-9). Cuman, Protuslanx kesulitan menghitung (juga memperoleh data) secara matematis untuk mengetahui seberapa besar pemerintah kita mengalokasikan NNP Indonesia (misal tahun 2009, 2010, atau 2011) untuk laju investasi (investment rate) dalam negeri. Dampak negatifnya adalah karena terlalu mengandalkan proporsi untuk laju investasi akibatnya pemerintah bisa membiarkan terlalu banyaknya investasi asing yang menggerogoti “lahan ekonomi” suatu negara. Di Indonesia, ini bisa dilihat dengan adanya Freeport, Exxon, Newmont, dll. Efek domino timbul mulai dari lebih sedikitnya perolehan negara ketimbang perolehan PMA (MNC/TNC) dari kerjasama/ kontrak bisnis hingga kesenjangan pendapatan (terutama terhadap penduduk pribumi yang daerahnya dikeruk orang-orang luar), kerusakan lingkungan, dll.

  6. Kimmi berkata:

    mau tanya, pengertian Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri apa ya?

  7. Jonathan Shandy berkata:

    menurut anda, apa konsep pembanguna yang tepat untuk indonesia?
    thanks …

    • protuslanx berkata:

      Menurut Protuslanx, Indonesia mestinya belajar dari Korea Selatan, Jepang, dan China (sosialisme dahulu, kapitalisme kemudian). Kuncinya adalah “tahapan adopsi sistem ekonomi”, maksudnya ketika negara belum sanggup untuk menyediakan dan mengelola sendiri sumber-sumber daya (alam, penduduk, geostrategis ekonomis, dll) maka pemerintah harus menerapkan kendali terpusat (ala sosialisme). Begitu sumber-sumber daya yang ada sudah kapabel barulah pemerintah boleh menerapkan konsep pembangunan ala liberalisme ekonomi yang kapitalis. Jadi, tidak ada konsep pembangunan yang tunggal (harus pilih “ini” atau “itu”). Konsep pembangunan ala Rostow bisa diterapkan untuk Indonesia karena bisa dijadikan semacam “pedoman pembangunan” sehingga pemerintah tidak sembarangan menerapkan kebijakan ekonomi. sama2.

  8. Jonathan Shandy berkata:

    menurut anda, apa konsep pembanguna yang tepat untuk indonesia?
    thanks …

  9. rinips berkata:

    contoh pembangunan negara yang sukses mengikuti diagram linear rostow di negara mana???knp pembangunannya negara itu bisa sukses???kenapa juga ada yang bisa gagal???

    • protuslanx berkata:

      Rostow membuat teorinya bukan “dari gagasan menjadi teori” tetapi “dari fakta menjadi teori”. Sekalipun sebenarnya fakta yang menjadi teori itu adalah hasil eksplanasi/ tafsiran/ pernyataan W.W. Rostow. Beliau mencontohkan Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Prancis sebagai negara2 awal yang sesuai dengan teorinya. Apalagi pada waktu itu Eropa (diikuti AS) mengalami revolusi industri besar-besaran pada abad ke-18. Rostow membuat pola tahunan 10 tahun untuk “take-off” dan 30-50 tahun untuk “maturity”. Dianggap sukses, karena rata-rata dalam waktu 10 tahun negara2 itu bisa berada pada tahap take-off (tinggal landas), lalu dalam kurun waktu 30-50 tahun mampu mencapai maturity (kematangan ekonomi) hingga akhirnya mengalami konsumsi-massal tingkat tinggi (the age of high mass-consumption). Baca buku Rostow (online) The Stages of Economic Growth (Protuslanx menemukan versi 1959 yang belum direvisi disini http://www.scribd.com/doc/7259179/Rostow-1959-the-Stages-of-Economic-Growth). Dinilai gagal, apabila suatu negara terlalu lama berada pada satu tahap alias belum beranjak ke tahap yang lebih tinggi sebagaimana interpretasi beliau. Indonesia? Pak Harto mengawali industrialisasi Indonesia sejak 1969 (namanya: Rencana Pembangunan Lima Tahun/ Repelita I). Jadi, hingga 2011 Indonesia berada pada kategori “take-off” selama 42 tahun!

  10. meiga berkata:

    jadi,, indonesia sekarang diposisi mana ya? tetap di tahap tinggal landas yah?? masih kurang mengerti nih,,,apa memang belum ada kepastian?

    • protuslanx berkata:

      Rostow (1911-2003) menekankan tiga hal utama menentukan posisi suatu negara dalam tahap2 pertumbuhan ekonomi: 1. GDP perkapita, 2. laju investasi yang dialokasikan dari NNP (bukan GDP!) 5%-10% (untuk take-off) dan 10%-20% (untuk maturity), dan 3. laju tabungan nasional yang dialokasikan dari NNP (juga bukan GDP!; persentase tabungan=laju investasi). Lihat Rostow dalam The Stages of Economic Growth (Third Edition), 1991, hal. 37-38.

      GDP per kapita Indonesia (PPP) pada 2011 diperkirakan sebesar 4.657,13 dollar AS (http://www.economywatch.com/economic-statistics/economic-indicators/GDP_Per_Capita_PPP_US_Dollars/2011/). PDB per kapita Indonesia (2010), menurut Bank Dunia, naik 29,7% sebesar 2.946 dollar AS yang terus mengalami kenaikan (USD1.586 pada 2006), naik 17,2% sebesar USD1.859 pada 2007, naik 16,8% sebesar USD2.172 pada 2008, naik 4,6% sebesar USD2.272 pada 2009 (http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD/countries). PDB Indonesia pada 2011 mencapai 7.226 triliun rupiah (http://www.depkeu.go.id/Ind/). Persentase investasi dari GDP Indonesia sebesar 33,45% (http://www.economywatch.com/economic-statistics/economic-indicators/Investment_Percentage_of_GDP/2011/), sementara alokasi tabungan nasional (Gross National Savings) dari GDP Indonesia sebesar 34,33% (http://www.economywatch.com/economic-statistics/economic-indicators/Gross_National_Savings_Percentage_of_GDP/2011/). Semuanya berdasarkan indikator Gross Domestik Product (GDP)/ Produk Domestik Bruto (PDB). GDP merupakan ide dari Simon Kuznets (1901-1985) ketika menyampaikan laporan mengenai ekonomi AS dalam Kongres AS pada 1934); bukan berdasarkan Net National Product (NNP)/ Produk Nasional Netto. Jadi, angka2 persentase investasi dan tabungan di atas harus di “convert” dalam proporsi NNP! Masalahnya, Protuslanx belum bisa menemukan berapa besar (estimasi) replacement/ depreciation (alokasi anggaran untuk menghadapi penyusutan nilai alat produksi hingga masa pakai berakhir di masa y.a.d.) yang ditentukan pemerintah Indonesia (apa mungkin masih sekitar 5% seperti tahun 1990-an hingga 2000?). Sepertinya sulit sekali memperkirakan dan memperoleh informasi berapa besar alokasi penyusutan ini!

      Aspek lain bisa dilihat ketimbang angka2 statistik semata yang dimaksud Rostow. Misalnya, salah satu momentum penting sebagai awal ‘take-off’ adalah REVOLUSI. Rostow mencontohkan revolusi Jerman 1848, restorasi Meiji 1868, dan revolusi Komunis China 1949 (Rostow dalam The Stages of Economic Growth (Third Edition), 1991, hal. 36). Indonesia memulai take-off ketika berakhirnya komunisme dan revolusi. Indonesia dapat dikatakan mengadakan revolusi pada 1945-1949. Namun, apabila dikaitkan dengan ekonomi (revolusi ekonomi+politik), revolusi Indonesia sebenarnya dimulai pada era Soeharto (yang ditandai dengan Revolusi TNI 1965 yang mengakhiri komunisme) ketika perubahan ekonomi internasional dan industrialisasi marak dilakukan pemerintah semenjak 1969 melalui Repelita I (IMF dan Bank Dunia mulai masuk ke Indonesia). Jadi, sudah berlangsung selama 42 tahun.

      Aspek lainnya yang menjadi syarat take-off, REVOLUSI INDUSTRI (lihat Rostow, 1991) secara faktual baru terjadi di Indonesia pada 1995 ketika IPTN (sekarang Dirgantara Indonesia) di bawah B. J. Habibie memproduksi pesawat N-250 Gatotkaca. PT. DI terus berproduksi hingga sekarang dengan tujuan ekspor seperti Rusia, Korsel, dan Asia Tengah.

      Namun, Indonesia masih berada dalam tahap ‘take-off’ (tinggal landas) karena nilai-nilai modernitas belum sepenuhnya dipraktekkan. Teknologi, yang menjadi aspek penting modernisasi menuju maturity, belum meluas dalam 6 infrastruktur (perbankan, energi, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan komunikasi). Perbankan: belum siap dan meratanya penyediaan teknologi perbankan hanya sebatas pengguna (online payment, mobile payment, dll), masyarakat masih mengeluhkan tingginya kredit dan suku bunga, masyarakat beralih ke jasa keuangan informal (misalnya “kredit keliling”, atau lintah darat), SDM perbankan yang belum optimal sehingga masih banyak pelanggaran hukum: kasus korupsi BLBI, bank Mayapada, kasus Century; Energi: listrik bahkan belum meluas ke seluruh Indonesia, apalagi di pedalaman; Kesehatan: jangankan teknologi, masih banyak masyarakat DKI dan desa-desa belum mendapat akses pelayanan kesehatan memadai, bangunan puskesmas/posyandu/rumah sakit yang tidak layak, kurangnya dokter-dokter yang melayani di pedalaman; Pendidikan: jangankan teknologi, ribuan sekolah masih rusak termasuk di DKI, desa-desa, dan kota perbatasan RI; Transportasi: masih banyak menggunakan kereta api diesel dan listrik (itupun peninggalan jaman Belanda), belum menggunakan kereta api monorel, subway, kereta api magnet; Komunikasi: masih banyak daerah yang belum memiliki akses teknologi informasi seperti telepon umum, jangkauan sinyal, internet, dll terutama daerah-daerah pedalaman dan wilayah timur Indonesia. Teknologi memang telah berkembang di Indonesia, bahkan tidak sedikit putera-puteri Indonesia menjadi penemu dan inovator. Sayangnya, kemampuan itu belum disertai dukungan pemerintah untuk diaplikasikan kepada masyarakat. Indonesia masih dominan sebagai negara konsumen (terutama di kota2 besar) ketimbang produsen teknologi.

      Selain itu, Indonesia yang masih tradisional belum memenuhi perubahan menuju modernitas (baca artikel): masih primordial (belum berorientasi ke luar), masih menginginkan banyak anak (belum banyak yang berpola pikir keluarga kecil sehat sejahtera), belum berorientasi investasi produktif yang bisa bermanfaat bagi orang lain (masih suka membeli rumah, menumpuk emas, dll), dan masih berpola berpikir yang kurang bermanfaat bagi pembangunan ekonomi (belum kuatnya budaya tepat waktu, penghargaan terhadap prestasi seseorang, dll).

      Sedikit beralih dari teori Rostow. Meskipun pemerintah Indonesia membanggakan ekonomi Indonesia sebagai terkuat di dunia (urutan 15) dengan pertumbuhan ekonomi 6,5% (lihat http://www.bps.go.id), namun menurut PBB melalui UNDP (http://www.beta.undp.org/content/undp/en/home/librarypage/hdr/human_developmentreport2011.html) posisi Indonesia berada di peringkat 124 dari 134 negara di seluruh dunia (standar Indeks Pembangunan Manusia/ HDI dengan melihat kondisi pendidikan, kesehatan, pendapatan, tingkat ketidakmerataan, kemiskinan, gender, dan alokasi tabungan) sebagai salah satu negara dengan tingkat pembangunan manusia menengah (Medium Human development). 🙂

  11. aldy berkata:

    Di Indonesia berada pada tahapyang mana dari teori rostow?

    • protuslanx berkata:

      Menurut Protuslanx, Indonesia masih berada pada tahap tinggal landas (take-off). Penjelasannya lihat pada jawaban Protuslanx untuk Meiga di atas. thx.

  12. Anonim berkata:

    ketika suatu negara sudah smpai pada tahap terakhir, apa yang akan terjadi? apakah akan berulang ke tahp 1 (terjadi kemunduran) atau tetap di tahap terakhir tersebut, atau ada kemungkinan lain?

    • protuslanx berkata:

      Dalam pandangan ekonom AS W. W. Rostow (1916-2003), setiap negara yang mencapai tahap ke-5 akan mengarah pada Pilihan Tiga-Arah (the Three-Way Choice) yakni 1) Pencapaian nasional atas kekuasaan dan pengaruh eksternal (the national pursuit of external power and influence); 2) Penggunaan kekuasaan negara termasuk dengan pajak untuk mencapai tujuan (termasuk waktu untuk bersantai) bersamaan dengan proses pasar bebas (the use of the powers of the state, including the power to redistribute income through progressive taxation, to achieve human and social objectives including increased leisure which the free-market process), dan 3) Perluasan tingkat konsumsi melampaui kebutuhan dasar pangan, papan, dan sandang, tidak hanya sekedar pangan, papan, dan sandang yang lebih baik tetapi menuju ruang lingkup konsumsi massa dari konsumsi barang-barang dan jasa yang bertahan lebih lama (the achievement of maturity was the expansion of consumption levels beyond basic food, shelter, and clothing, not only to better food, shelter, and clothing but into the range of mass consumption of durable consumers’ goods and services) (lihat W. W. Rostow. 1990. The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto Third Edition. New York: Cambridge University Press, hal. 73-74). Jelas bahwa dalam teori Rostow, setiap negara yang mencapai tahap ke-5 ini harus mempertahankan taraf kemajuan ekonominya sebagai negara makmur (Welfare State) dengan memperkuat geografi, budaya, sumber-sumber daya, nilai-nilai, dan kepemimpinan politik. Menurut Rostow, negara pertama di dunia yang berhasil mencapai Era Konsumsi Massal Tinggi adalah Amerika Serikat (AS) (lihat W. W. Rostow. 1990. The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto Third Edition. New York: Cambridge University Press, hal. 74). Itulah sebabnya AS yang telah mencapai tahap ke-5 terus untuk mencari dan mempertahankan sumber-sumber ekonomi baru di seluruh dunia. Menurut Protuslanx, AS kontemporer justru tidak memilih salah satu dari ketiga pilihan yang diargumentasikan Rostow, AS justru menerapkan ketiga-tiganya! Sementara, ekonomi yang mengalami titik balik (atau bisa dikatakan dinamis dimana suatu negara makmur dapat mengalami kemunduran) pada era post-industrial dikemukakan oleh ekonom AS lainnya yakni Simon Kuznets (1901-1985). Terimakasih.

  13. Anonim berkata:

    Usaha apa yang harus ditempuh indonesia untuk mencapai tahapan berikutnya

    • protuslanx berkata:

      Maturitas Ekonomi adalah tahap modernisasi. Supaya setahap lebih maju dari sekedar tinggal landas, hal pokok yang harus dilakukan Indonesia, baik pemerintah maupun swasta, adalah alih fokus sumber penerimaan negara dari sumber daya alam (ekonomi Indonesia masih didominasi perolehan dari migas, kayu, karet, minyak sawit, dll) menuju pembangunan industri-industri baru yang beragam (misalnya: otomotif, semikonduktor, peralatan telekomunikasi, pesawat, komputer; tidak melulu industri lama seperti: tekstil, kertas, peralatan listrik, kimia, atau tembakau). Jika jumlah penduduk yang banyak bukan lagi masalah, karena penerimaan negara melebihi beban demografis, maka Indonesia dapat disebut negara yang matang secara ekonomi (modern). Tetapi ini hanyalah salah satu aspek. Penggunaan teknologi (teknologisasi) harus pula mengalami perkembangan. Rostow menyebutnya: NEW INDUSTRIES ACCELERATE, OLDER INDUSTRIES LEVEL OFF. Kuncinya? INVESTASI! Persentasenya? 10% – 20% dari pendapatan nasional (Net National Income/ NNI; lihat http://www.bi.go.id/sdds/) di convert dalam bentuk investasi secara berkelanjutan. Menurut Protuslanx (dengan menginterpretasikan teori Rostow), rumus MATURITAS EKONOMI = SUMBER DAYA + INDUSTRIALISASI + TEKNOLOGISASI. Sumber daya meliputi jumlah penduduk, kekayaan alam (SDA), pariwisata, dll. Di bidang pertanian sekalipun harus ada teknologisasi (contoh: AS tetap menjadi produsen jagung, kedelai dan apel terbaik di dunia berkat teknologi). Para pakar di dunia teknik harus mendapat fungsi utama dalam pembangunan negara, karena merekalah yang mampu menciptakan dan mengembangkan teknik-teknik produksi (Indonesia? masih belum holistik; banyak para pakar teknik Indonesia lebih memilih kerja di negara lain; entah dengan gaji mereka kalau kembali ke Indonesia setara atau lebih rendah dibanding di luar negeri). Dalam konteks teknologi, maka ada 6 infrastruktur di Indonesia yang harus mengalami teknologisasi: pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, energi dan perbankan. Kalau keenam sektor ini telah mengalami teknologisasi secara komprehensif, maka barulah Indonesia pantas disebut negara modern (mature). Selain itu, Indonesia harus maju dalam 4 hal (lihat artikel): perubahan orientasi ekosospol, perubahan perspektif masyarakat mengenai keluarga kecil (program KB harus serius diterapkan), perubahan investasi produktif (long-term), dan perubahan lifestyle (open minded, bukan fanatisme dan kekerasan akibat perbedaan dalam masyarakat; tepat waktu, bukan budaya jam karet; dll) Menurut Rostow, 30 sampai 60 tahun setelah tahap tinggal landas berakhir maka tahap kematangan ekonomi (the drive to maturity) dapat mulai dicapai. Semoga cukup jelas. Thx.

Tinggalkan komentar